CERITA BISNIS TENTANG DONALD TRUMP (bag 1)
Siapa
yang tidak kenal Donald Trump? Semua pasti sudah mengenalnya, bahkan sebelum
menjadi Presiden Amerika Serikat. Dia adalah salah seorang pebisnis handal yang
sudah diakui kalangan bisnis dunia. Artikel ini adalah cerita dari Bill Zanker, seorang pebisnis yang
terinspirasi oleh Donald Trump. Agar lebih nyaman dibaca, cerita bisnis ini
sudah diedit dan akan disajikan secara berseri dalam blog ini. Silahkan memetik
inspirasi bisnis.
The Learning Annex dulunya adalah perusahaan kecil
sampai saya bertemu Donald Trump. Kini, perusahaan ini menjadi besar karena
keberhasilan saya menerapkan mindset Donald Trump. Sekitar duapuluh delapan
tahun yang silam, sebagai mahasiswa film di New York, saya membutuhkan uang untuk
hidup. Jadi pada 1979, pada usia 26 tahun, saya mengambil $5000 dari bar
mitzvah saya dan saya ingin memakai sebagai modal untuk mendirikan sebuah
sekolah informal bagi instruktur film berpengalaman untuk berbagi pengetahuan
mereka dengan pembuat film junior. Tapi pacar saya ketika itu, seorang guru
kerajinan tembikar, menyakinkan saya untuk mengembangkan kurikulum dan
menjadikan sekolah ini menjadi sekolah yang menawarkan cara belajar yang beda,
di mana orang dapat memperoleh pendidikan kilat tentang hal-hal yang tidak
mereka dapatkan di tempat lain. Maka, lahirlah The Learning Annex.
Pada hari-hari ketika sekolah baru berdiri, saya
memakai kostum badut dan berdiri di jalanan Manhattan menyebarkan katalog untuk
kursus tersebut. Saya meminta orang menelpon nomor telepon yang tertera dalam
katalog tersebut dan mengatakan bahwa si badutlah yang menyuruh mereka untuk
mendaftarkan diri dan menghemat lima dolar untuk menghadiri kelas. Lalu, saya
akan lari menuju kantor untuk menjawab telepon masuk. Saya bergembira menerima
telpon dari banyak orang yang mengatakan bahwa ada seorang badut baik yang
menyinggung diskon khusus untuk kursus. Saya mendaftarkan setiap siswa untuk
ikut kelas dan mengirim surat konfirmasi kelas. Bila tidak ada yang menelpon,
saya akan mencari guru baru untuk mengajar. Perusahaan ini hanya terdiri dari
satu orang yaitu saya sendiri dan saya menjalankan perusahaan ini dari
apartemen studio saya di Upper West Side Manhattan.
Karier film saya tidak berkembang, tidak seperti The
Learning Annex, bisnis saya yang saya cintai. Saya menyadari saya terlahir
sebagai promotor dan saya menemukan gairah saya.
Saya mengubah seluruh konsep pendidikan dengan apa
yang saya namakan “edu-tainment”. MTV dan internet menciptakan sebuah generasi
yang menginginkan segalanya harus serba cepat dan menghibur. Saya kemudian
memutuskan untuk menghadirkan orang tenar dan selebriti untuk mengajar di
kursus saya. Saya menginginkan guru-guru kursus saya adalah guru yang mempunyai
kepribadian besar, dan yang memiliki aura larger
than life.
![]() |
Salah satu cover majalah internal The Learning Annex yang menampilkan para pembicara tenar. |
Ketika kami mulai menghadirkan nama-nama tenar sebagai
tim pengajar, jumlah siswa membumbung tinggi, lalu semakin banyak tokoh
terkenal yang bersedia mengajar seperti; Sarah Jessica Parker, Harrison Ford,
Richard Simmons, Henry Kissinger, P. Diddy, Suze Orman, Barbara Bush, Larry
King, Desmond Tutu, Renee Zellweger, Deepak Chopra, dan masih ada ratusan
pengajar lainnya bernama tenar.
Bagaimana saya menarik para bintang ini? Berhubung
saya tidak punya banyak uang, saya menarik para selebriti ini dengan cara unik:
rasa bersalah. Saya akan bilang, “Anda sudah sukses. Mengapa Anda tidak memberi
kembali kepada masyarakat?” Saya masih ingat, bagaimana saya membujuk Harvey
Weinstein. Ia tipe yang sulit untuk dibujuk. Saya berulang kali merengek
padanya, “Anda hanya menyisihkan waktu satu jam untuk siswa Learning Annex,
sekadar untuk beramal.” Akhirnya ia bersedia, dan kuliahnya seputar cara
menembus Hollywood luar biasa. Dan akhirnya ia malah berbicara selama beberapa
jam. Begitu pula produser rekaman legendaris, Clive Davis. Bagi sebagian besar
tokoh tenar ini, uang tidak seberapa penting.
Kecuali bagi Donald Trump. Ia bahkan tidak bersedia
menerima telpon saya.
Post a Comment